Kamis, 25 Mei 2017

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP PEDIDIKAN


DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
MATA KULIAH :Bahasa Indonesia
DOSEN PENGAMPU : Ibu Yuli Nur Khasanah






Disusun Oleh:
Rizki Ulfiyanti     (1401016017)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan.Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama dalam bidang pendidikan.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah.Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.

Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi.Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia.Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan.Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar.Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa.Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
    
B. Rumusan Masalah
1. Apa dampak dari globalisasi untuk  dunia pendidikan?
2. Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
3. Cara penyesuan pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?
















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengaruh Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat.Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia.Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.

Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan.Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi.Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi. Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek.Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.

b. Perubahan Corak Pendidikan
Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya.Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya. Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa.KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan mencatat.Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi.Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.

2. Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan.Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).

b. Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa.Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa.Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.

c. Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
    
B. Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
1. Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan,

Sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.

Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya.Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama.Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya.Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan teknologi.Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam.Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.

2. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat.Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar.Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang.Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan.Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban.Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar.Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?.Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu.Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’. Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan bahwa "mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser.Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial.Pendidikan adalah untuk semua.Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan bangsa.Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun golongan."

3. Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal.India dapat menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan.Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.

Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi.Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.

C. Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional.Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh.Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan.Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.

Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.

Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.











BAB III
 PENUTUP
A. Kesimpulan
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia

Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
1. Pengajaran Interaktif Multimedia : Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.
2. Perubahan Corak Pendidikan, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.

Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
1. Komersialisasi Pendidikan : Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
2. Bahaya Dunia Maya : Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa.Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.

Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan fasilitas pendidikan ang kurang, itu yang mengakibatkan pendidikan tidak berjalan dengan lancar. Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu.




DAFTAR PUSTAKA
Asri B. 2008.  Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Faizah, F. 2009.  Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan, (Online)(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127), diakses 18 Oktober 2011.
Munir.  2010.  Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI.
Surya,  M. 2002.  Dasar-dasar Kependidikan di SD. Pusat penerbitan Universitas

Laporan Kunjungan Mahasiswa BPI UIN Walisongo Semarang ke Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang




KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas hasil laporan kunjungan ke PSMP Magelang ini.
Dalam penyusunannya, kami mengucapkan terimakasih kepada  Dosen mata kuliah Bimbingan Anak Luar Sekolah  yaitu Bapak Sadiman yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata saya mengucapkan terimaksih, semoga hasil laporan praktikum skami bermanfaat.  .

                                                                                                Semarang, 17 Mei 2017

                                                                                                            Penulis









I.                   NAMA LEMBAGA
Lembaga yang kami kunjungi pada hari Senin tanggal 15 Mei 2017 adalah Panti Sosial Marsudi Putra Antasena Magelang.
II.                BERDIRI TANGGAL
PSMP Antasena ini berdiri pada tahun 1982 dengan nama SRAN (Sasana Rehabilitasi Anak Nakal) “Among Putro”. Diresmikan oleh Mensos Saparjo Tgl 30 April 1982.
Tgl 5 Februari 1994 berganti nama menjadi PSMP Antasena Magelang (Berdasarkan Kepmensos RI No. 6/HUK/1994).
III.             ALAMAT DAN TELEPON
PSMP Antasena berlokasi di  Jl. Magelang-Purworejo KM 14, Salaman, Magelang Jawa Tengah, Phone/Faks. 0293 335 293
IV.             VISI, MISI DAN PROGAM AKSI
1.      VISI
Menjadi pusat pengembangan, pertolongan sosial pada anak berhadapan hukum, pusat studi atau penelitian dan pusat pelaksanaan sistem rujukan berstandar nasional, profesional dan terpercaya.
2.      MISI
1.      Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial anak yang berperilaku menyimpang dan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dalam system cottage dengan menggunakan pendekatan multidisipliner, teknik pelayanan yang unggul dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
2.      Menyelenggarakan pengkajian model pelayanan & rehabilitasi sosial anak berperilaku menyimpang dan anak yang berhadapan dengan hukum.
3.      Memfasilitasi tumbuh kembang, motivasi & usaha masyarakat dalam menanggulangi kenakalan anak.
4.      Mengembangkan sistem rujukan sebagai jaringan kerja dengan sistem terkait
3.      PROGAM AKSI
1.      Pelayanan Reguler.
2.      Pelayanan Rehabilitasi ABH Luar Panti
3.      Pelayanan dan pendampingan  anak rawan ABH
4.      Pendampingan ABH.
5.      Tim Reaksi Cepat (TRC).
6.      Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) bagi Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK).

V.                TUJUAN
Memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat
prefentif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan
fisik, mental, sosial dan pelatihan keterampilan, resosialisasi serta
bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar
pelayanan dan rujukan.
VI.             SASARAN
1.      Anak (usia 12-18 tahun), penyandang sebagian atau keseluruhan dari tindak keluyuran, berjudi, mabuk, mencuri, tindak asusila, berkelahi dan tindak kekerasan lainnya, termasuk eks anak Negara dan atau hasil putusan pengadilan.
2.      Orang tua/keluarga penyandang masalah dan lingkungan sosial.
3.      Kelompok sebaya dan masyarakat.
VII.          KEBIJAKAN DAN STATEGI
A.    KEBIJAKAN
1.      Jenis Kegiatan Rehabilitasi
Pelayanan dan bimbingan rehabilitasi secara menyeluruh dan terpadu(Registrasi dan pengasramaan) :
a.       Bimbingan fisik dan kesehatan
b.      Bimbingan mental, psikologi, agama, dan kecerdasan
c.       Bimbingan social
d.      Konseling dan terapi
a.       Terapi komunitas
b.      Terapi kelompok 
e.       Bimbingan keterampilan kerja
a)      Vocational assement dan vocational guidance
b)       Vocational training
c)      Praktek kerja bersama
d)     Bimbingan kewirausahaan
e)      Karya wisata
2.      Pelayanan Day Rehabilitation
3.      Layanan Kunjungan
4.      Bimbingan dan latihan orang tua penerima manfaat :
a)      Pemberian informasi 
b)      Konsultasi keluarga
c)      Parent training
5.      Penyuluhan dan bimbingan sosial masyarakat :
a)      Pemberian inforrmasi 
b)      Penyuluhan sosial
c)      Orientasi dan konsultasi
d)     Kesempatan berkunjung ke panti
6.      Shelter Workshop dan Instalasi Produksi
7.      Penataan data rehabilitasi dan kajian evaluative :
a)      Identifikasi masalah dan sistem sumber
b)      Kajian evaluasi dan evektivitas pelayanan
c)      Pengembangan instrumen dan model pelayanan
8.      Kunjungan kerja
9.      Seminar/lokakarya
10.  Pelatihan teknis
11.  Studi banding
12.  Memberikan kesempatan kepada lembaga/ perguruan tinggi untuk melaksanakan riset
13.  Pengembang lembaga dengan membuka unit usaha produktif untuk umum (cuci dan services mobil/ motor, pengelasan, dan lainnya)
14.  Pelayanan informasi dan konsultasi melalui website
15.  Pendampingan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH)
B.     STRATEGI
Strategi dari pihak PSMP itu sendiri, disana pengurus mempersiapkan anak untuk dalam bidang keterampilan, bukan hanya itu saja mereka juga ada layanan bimbi koseling juga layanan kesehatan mental, dimana hal ini dimaksudkan untuk menyiapkan mental anak yang nantinya jika anak sudah keluar dari rehabilitasi ini mampu bersosialisasi lagi dengan masyarakat umum dan diterima lagi di lingkungannya.
Setelah anak kembali ke masyarakat juga ada bimbingan lanjutan yaitu setelah lima bulan anak di lepas, dari pihak PSMP melakukan pengawasan dan melalukan evaluasi tentang sejauh mana perkembangan anak setelah dilakukan rehabilitasi.
VIII.       KAPASITAS
Kapasitas  di PSMP Antasena Magelang ini sebanyak 70 anak.
IX.             BENTUK PELAYANAN
Pelayanan Regular  (Rehabilitasi Sosial ABH)
1.      Seleksi & Motivasi
2.      Penerimaan
3.      Penyesuaian Diri
4.      Assesmen Psikososial & Vocational
5.      Bimbingan fisik dan kesehatan.
6.      Bimbingan sosial.
7.      Bimbingan mental, psikologi, agama dan kecerdasan.
8.      Konseling dan terapi
9.      Pelatihan Keterampilan
10.  Kewirausahaan
11.  Praktek Belajar Kerja (PBK)
X.                WILAYAH KERJA
1.      Kabupaten dan kota se-Provinsi Jawa Tengah.
2.      Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
3.      Wilayah Jawa Timur
4.      Wilayah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan.
XI.             KENDALA
1.      Lokasi rumah anak sulit di jangkau.
2.      Kendala dalam proses yaitu perbedaan pendapat APH ( Aparat Penegak Hukum ) dengan adanya diversi ( dihentikan dari tindak pidana hukum).
3.      Kapasitas untuk menerima anak rehabilitasi seharusnya 70 anak, tetapi dalam setiap tahunnya sampai mencapai angka 125 anak.
XII.          UPAYA MENGATASI KENDALA
Proses rehabilitasi sendiri masing-masing anak memiliki waktu yang berbeda sesuai dengan kondisi anak tersebut, untuk kepulangan anak ada jadwal tersendiri boleh dipulangkan dan kembali, namun mengingat waktu dan jarak tempuh pihak pengurus membatasi hal itu dikarenakan memang rata-rata anak penghuni PSMP ini sendiri kebanyakan dari berbagai daerah.
Kendala dengana aparat hukum dapat diatasi dengan contoh jika masyarakat menjumpai anak dengan potensi sesuai tampungan pihak rehabilitasi, masyarakat bisa langsung menghubungi oihak dinas sosial tanpa harus ke aparat hukum.
Masalah kapasitas dalam penerimaan anak  rehabilitasi, ini perlu adanya prasarana yang memadai dan SDM yang mencukupi.


XIII.       PERAN MASYARAKAT DAN MAHASISWA
Peran masyarakat dan mahasiswa kaitannya dengan rehabilitasi sosial ini adalah dimana mayarakat adalah kelompok orang yang berhubungan langsung dengan masyarakat itu sendiri, disini fungsi masyarakat yaitu, jika msyarakat menjumpai atau menemukan anak yang berpotensi untuk mendapat bimbingan atau rehabilitasi masyarakat bisa melaporkan keoada pihak terdekat misalnya Lurah yang nantinya akan disalurkan atau disampaikan ke dinas sosial untuk di rehabilitasi. Sedangak peran mahasiswa yaitu mahasiswa sebagai individu yang mempunyai wawasan atau kemampuan lebih bisa diminta tenaga dan waktunya untuk bersosialisasi seperti di jadikan seorang motivator, ceramah, khotbah dll.


PENUTUP
PSMP “ANTASENA” Salaman- Magelang merupakan salah satu PantiSosial yang bertujuan untuk meningkatkan Kesejahteraan Sosial pada Anak Nakal(ABH). Berbekal sebagai salah satu Pusat Rehabilitasi Anak Nakal yangmenggunakan metode-metode yang relevan, serta ditunjang dengan tenaga kerjayang berkompeten di bidangnya