DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP
PENDIDIKAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
MATA KULIAH :Bahasa Indonesia
DOSEN PENGAMPU : Ibu Yuli Nur
Khasanah
Disusun Oleh:
Rizki
Ulfiyanti (1401016017)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu proses
tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi
pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh
dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua
dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang
kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang
pendidikan.Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama
dalam globalisasi.Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang
pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama
dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia
membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia
dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem
pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang
dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti
bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah.Selain itu
berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi
baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi
pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja
berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga
kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan
diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN,
mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang
siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
Persaingan untuk menciptakan negara
yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran
raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan
otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi.Salah
satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan
budaya bangsa Indonesia.Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan
hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.Tidak dapat kita
pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan.Dalam
hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu
saja memerlukan biaya yang cukup besar.Tentu saja hal ini menjadi salah satu
penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.
Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan
tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal
tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain
yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin
terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang
dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas
menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan
ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak
mereka di sekolah biasa.Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang
berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah
tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan
karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa dampak dari globalisasi untuk dunia pendidikan?
2. Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
3. Cara penyesuan pendidikan di
Indonesia pada era globalisasi?
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan di
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana
ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat.Era pasar bebas juga merupakan
tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga
pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia.Untuk
menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat
meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan
memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam
mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan
berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari
dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. Dampak Positif Globalisasi
Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat pesatnya
arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan.Pengajaran yang
bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru
seperti internet dan computer.Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur,
sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana
sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi.Sekarang
sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat
digabungkan menjadi suatu proses komunikasi. Dalam fenomena balon atau pegas,
dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek.Dulu, ketika
seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah
objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya.
Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak
seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca
kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual
dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang
lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali,
dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
b. Perubahan Corak Pendidikan
Mulai longgarnya kekuatan kontrol
pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi
global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan
pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD
1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma
pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau
satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai
dengan karakteristik sekolahnya.Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia
pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet
dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan
serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat
tinggalnya. Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama
didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum
didasarkan pada tingkat kemajuan siswa.KBK yang dicanangkan pemerintah tahun
2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif
siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang
didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk
aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas
kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan
mencatat.Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui
presentasi.Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu
menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
2. Dampak Negatif Globalisasi
Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian
dalam pendidikan.Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai
media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan
bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna”
bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa
menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus
membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga
pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
b. Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana
untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative
bagi siswa.Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative
bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan,
kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia,
dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk
siswa.Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui
internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di
Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia
kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses
belajar mengajar.
c. Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi
seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa
ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses
belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
B. Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
1. Paradigma Pendidikan Nasional
yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem pendidikan
yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang
sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu
(umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini
tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan
umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan
manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan
perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan,
Sekularisasi pendidikan tampak pada
pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola
oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah
menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen
Pendidikan Nasional.Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai
tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan
bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius.
Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan
menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang
sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi
melalui pendidikan umum yang diikutinya.Akan tetapi, pendidikan semacam itu
terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu
agama.Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh
kepribadiannya.Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama
memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi
sains dan teknologi.Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang
awam.Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu
terjun ke sektor modern.
2. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah
kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat.Mereka menganggap begitu
mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan
dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin
memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan
sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk
melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS
selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.Asumsinya, pengusaha memiliki akses
atas modal yang lebih luas.Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala
pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun
dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah
orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan
adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status
pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi
ekonomis dan politis amat besar.Dengan perubahan status itu pemerintah secara
mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik
badan hukum yang sosoknya tidak jelas.Privatisasi atau semakin melemahnya peran
negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan
untuk memastikan pembayaran utang.Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40
persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi
pendidikan.Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan
menjadi korban.Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas,
10/5/2005).
Koordinator LSM Education network
foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan
privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi
pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke
pasar.Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri
biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya
setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses
rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi
dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya
dan miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak
mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?.Kewajiban
Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin
akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu.Akan tetapi,
kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal
keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci
tangan’. Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan bahwa "mencermati
konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi
bergeser.Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak
membeda-bedakan kelas sosial.Pendidikan adalah untuk semua.Namun, pendidikan
kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu
mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan
diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan
bangsa.Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi
maupun golongan."
3. Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional
yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia
semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan
dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan
segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata
kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal.India dapat menghasilkan kualitas
SDM yang mencengangkan.Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan
pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang
India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah
juga disebabkan di beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini
perlu segera diantisipasi.Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru,
untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total
kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas
utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi,
kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang
pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang
mempunyai latar belakang pendidikan non formal.
C. Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran dan ukuran
dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak
berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita
harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi
yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada
konteks regional.Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu
menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh.Kedua, dunia pendidikan kita
menghadapi banyak kendala dan tantangan.Namun dari uraian di atas, kita optimis
bahwa masih ada peluang.
Ketiga, alternatif yang ditawarkan
di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan
pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting
dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan
sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah
dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang
menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang
lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran
kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas
gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang
ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan
leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak
dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan
yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk
mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit
kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam
globalisasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Globalisasi adalah suatu proses
tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi
pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh
dunia
Dampak Positif Globalisasi Terhadap
Dunia Pendidikan Indonesia
1. Pengajaran Interaktif Multimedia
: Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran
pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi
pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.
2. Perubahan Corak Pendidikan, mulai
longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi
dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat
dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan
perubahan.
Dampak Negatif Globalisasi Terhadap
Dunia Pendidikan Indonesia
1. Komersialisasi Pendidikan : Era
globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah
dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan
sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan
dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan
menandai pendekatan kembali ke masa depan.
2. Bahaya Dunia Maya : Dunia maya
selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat
memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang
berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian,
rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan
seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun,
termasuk siswa.Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan
melalui internet.
Penyebab buruknya pendidikan di era
globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang
Rendah dan fasilitas pendidikan ang kurang, itu yang mengakibatkan pendidikan
tidak berjalan dengan lancar. Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah
visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership
(kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari
transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang
juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk
mencapai itu.
DAFTAR PUSTAKA
Asri B. 2008. Pembelajaran
Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Faizah, F. 2009. Dampak
Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan, (Online)(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127),
diakses 18 Oktober 2011.
Munir. 2010. Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI.
Surya, M. 2002.
Dasar-dasar Kependidikan di SD. Pusat penerbitan Universitas